Senin, 23 Desember 2013

metode filsafat


METODE FILSAFAT
Istilah metode berasal dari kata Yunani, methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau mengusut, menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar kata meta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang benar dan tepat akan menjamin kebenaran yang diraih.

Oleh karena itu, setiap cabang ilmu pengetahuan harus mengembangkan metodologi yang sesuai dengan objek studi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena sesungguhnya tidak ada satu metode yang cocok digunakan bagi semua bidang ilmu pengetahuan. Filsafat pun memiliki metode sendiri, namun harus ditegaskan pula bahwa filsafat sesungguhnya tidak memiliki metode tunggal yang digunakan oleh semua filsuf sejak zaman purba hingga sekarang ini. Dapat dikatakan bahwa jumlah filsafat adalah sebanyak jumlah filsufnya. Sangat banyak metode filsafat yang digunakan oleh para filsuf dari dahulu sampai sekarang ini.

Metode Zeno : Reductio ad Absurdum
Zeno adalah seorang murid Parmenides yang termasyhur, yang terkenal sebagai filsuf metafisika Barat yang pertama. Sejak usia muda, ia telah menulis banyak buku yang terkenal, tetapi sayangnya semua telah hilang. Kemayshurannya bukan hanya diakui oleh Plato, melainkan juga oleh Aristoteles, murid Plato yang hidup sekitar seratus tahun sesudah Zeno. Memang Zeno dikenal sebagai seorang pemikir jenius yang berhasil mengembangkan metode untuk meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, yang caranya ialah mereduksikannya menjadi suatu kontradiksi sehingga konklusinya pun menjadi mustahil ( reduction ad absurdum ). Zeno sependapat dengan Parmenides yang mengatakan bahwa realitas yang sesungguhnya di alam semesta ini hanya satu. Untuk mempertahankan monisme dari serangan plularisme, dengan metode reductio ad absurdum Zeno mengatakan bahwa seandainya ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan titik B, berarti kita juga harus mengakui adanya suatu jumlah tak terbatas karena akan senantiasa terdapat titik di antara titik-titik itu, dan demikian seterusnya. Akan tetapi, ternyata bahwa orang dapat berjalan dari A ke B, dan itu berarti bahwa jarak A ke B dapat dilintasi. Oleh karena itu, hipotesis semula, yang menyatakan bahwa ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan B adalah tidak benar. Jadi, jelas bahwa pluralitas itu absurd, tidak masuk akal, dan mustahil.

Parmenides juga pernah mengatakan bawha tidak ada ruang kosong, yang berarti bahwa yang ada tidak berada dalama ada yang lain karena yang ada senantiasa mengisi seluruh tempat. Parmenides pun pernah mengatakan bahwa jika ruang kosong itu tidak ada, berarti bahwa gerak pun tidak ada. Untuk membuktikan kebenaran ajaran gurunya itu, Zeno mengemukakan empat contoh sebagai berikut :
1. Dikotomi paradox.
2. Akhilles, si juara lari.
3. Anak Panah.
4. Benda yang bergerak bertentangan.

Metode Zeno member nilai abadi bagi filsafat karena memang tidak satu pun pernyataam yang melahirkan pertentangan dapat dianggap benar. Metode yang dikembangkan oleh Zeno sangat berguna dalam suatu perdebatan karena dengan metode itu ia telah member dasar yang kokoh bagi argumentasi-argumentasi yang rasional dan logis. Zeno juga dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan metode dialektik, dalam arti mencari kebeneran lewat perdebatan atau bersoal jawab secara sistematis.
Metode Plato : Deduktif Spekulatif Transendental
Plato memusatkan perhatiannya pada pada bidang yang amat luas, yaitu mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Dari berbagai ilmu pengetahuan yang diminatinya itu, eksaktalah bidang ilmu yang memperoleh tempat istimewa. Pada umumnya para ahli membagi dialog-dialog Plato ke dalam tiga periode :
1. periode dialog-dialog awal, disebut juga sebagai oeriode penyelidikan (inquiry).
2. periode dialog-dialog pertengahan, disebut juga sebagai periode spekulasi/pemikiran (speculation).
3. periode dialog-dialog akhir, disebut juga sebagai periode kritisisme, penilaian dan aplikasi (critism, appraisal, and application).
 Metode Descartes: Skeptis
         Filsafat Descartes yang paling terkenal yaitu: cogito ergo sum, (aku berpikir maka aku ada). Bagi Descartes, manusia harus menjadi titik berangkat dari pemikiran yang rasional demi mencapai kebenaran yang pasti. Untuk mencapai kebenaran yang pasti itu, rasio harus berperan semaksimal mungkin.
Cara untuk mencapai kebenaran dengan pasti, membutuhkan keraguan. Apabila melalui keraguan yang begitu radikal ada suatu kebenaran yang saggup bertahan sehingga tidak mungkin lagi diragukan kebenarannya, maka kebenaran itu adalah kebenaran yang pasti. Setelah meragukan segala sesuatu, Descartes menemukan bahwa ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu: saya sedang meragukan segala sesuatu, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Ini karena tidak mungkin yang tidak ada dapat berpikir dan dapat meragukan segala sesuatu.
Descartes menciptakan metode ini, tetapi ia bukan penganut skeptisisme yang menyangsikan segala-galanya dan mengatakan bahwa apa yang dinamakan pengetahuan itu tidak ada. Keraguan Descartes hanya keraguan metodis.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar